Thursday, October 19, 2006

Gurihnya Bisnis Lendir

Gurihnya Bisnis Lendir
Fenomena Film Porno Sebagai Industri


Bisnis di jalur hiburan memang begitu menjanjikan. Di sini semuanya seakan tak pernah redup ditelan waktu. Gelimpang materi dan kepuasan lainnya selalu mewarnai para pelaku yang bergerak di industri ini. Salah satunya adalah bisnis film porno. Di belahan negara tertentu, bisnis ini berkembang menjadi sebuah industri yang cukup pesat.

Oleh: Iwan Suci Jatmiko


Jika ada dihitung secara statistik, maka Amerika terbilang sebagai produsen film porno terbesar di dunia. Di Amerika, produsen film porno tumbuh subur dan terkenal hampir di seluruh penjuru dunia. Sebut saja produsen major label seperti Vivid, Hustler, Sin City atau yang indie label seperti Dogfart dan Bangbus kerap kali mengeluarkan film terbaru mereka hanya dalam yang relatif singkat. Ini karena Amerika dianggap sebagai negara bebas.
Sebenarnya, berjalan jalur ini seperti berada di dunia yang keras dan gelap. Khususnya bagi kaum hawa. Ternyata, bisnis ini juga melibatkan pihak lain yang tentunya berkaitan dengan beragam profesi. Sebuah hierarki yang tidak jauh berbeda dengan kehidupan kita juga bisa diimplementasikan di bisnis ini. Pasalnya, roda industri film porno juga melibatkan banyak pihak seperti, artis, produser, production house, agen, petugas kesehatan, pengacara, pemerintah, pihak akademik, dan yang utama adalah konsumen, jangan munafik! Mungkin kita salah satunya. Artinya, kita juga bagian dari hierarki itu.
Di negara yang menafsirkan pornografi lebih luas seperti di Amerika, sebenarnya bintang porno termasuk pekerjaan yang lumayan menguntungkan. Bahkan, mereka kerap kali mendapatkan akses dan fasilitas lebih layaknya bintang film umumnya. Selain itu, mereka juga mendatapkan privasi keamanan dan jaminan tertentu. Artinya, profesi bintang porno bukanlah suatu profesi yang layak untuk dilecehkan. Pasalnya, industri film porno setidak-tidaknya mendatangkan pendapatan, retribusi dan pajak untuk negara.
Karakter Pasar
Film porno ternyata juga mempunyai karakter konsumen tersendiri. Dari sekedar adegan bugil, lesbian, homo, anal seks, oral, hingga yang melibatkan alat bantu dan binatang sekalipun ini semuanya tergantung selera. Di Amerika, film yang digemari adalah yang tidak menggunakan kondom. Banyak orang Amerika yang tidak suka melihat film porno yang menggunakan kondom. Begitu pula dengan masyarakat di berbagai negara. Tapi, hal ini tentunya bisa membawa dampak buruk bagi si pemain. Pasalnya, berbagai jenis penyakit kelamin kerap kali mengantui mereka.
Alhasil, belakangan ini muncul himbauan agar para pelaku di bisnis itu mewajibkan penggunaan kondom. Pejabat kesehatan California mengimbau penggunaan kondom dalam setiap adegan intim, termasuk pemeriksaan rutin bagi para pemainnya. Sayangnya, sejumlah produser menolak dengan alasan bakal merusak kualitas film. Salah satu produsen dan studio film porno raksasa Vivid mengaku sudah mewajibkan pengunaan kondom bagi pemainnya selama beberapa tahun belakangan ini. Tapi ternyata hal itu merugikan mereka secara finansial. Akhirnya, kini banyak film-film porno di Amerika yang diproduksi tanpa mengenakan kondom.
Industri film porno di Amerika seharusnya mencontoh Brazil dalam menekan penyebaran penyakit kelamin. Sebagai industri esek-esek terbesar di Amerika Latin, Brazil selalu menekankan kepada artis porno untuk selalu menggunakan kondom. Pemerintah Brazil memang tidak mengharuskan aktor film porno melakukan tes HIV. Tapi, sudah lama mereka mengharuskan menggunakan kondom untuk mencegah aktornya terinfeksi HIV.
Meski industri film porno di Brazil belum diatur dalam undang-undang, namun sebagian besar rumah produksi mengharuskan para aktornya menggunakan kondom. Ini dipandang lebih efektif daripada menjalani tes HIV rutin dengan biaya USD 140 untuk tiap tes. Selain masalah finansial, produser juga takut dituntut oleh aktor apabila mereka terinfeksi HIV saat bekerja.
Industri film porno Brazil memang tak sebesar Amerika. Pendapatannya hanya USD 100 juta per tahun. Tapi Brazil dianggap sebagai yang terbesar di dunia setelah AS, dan terus tumbuh. Industri esek-esek itu berpusat di Sao Paulo, kota terbesar di Brazil. Penjualannya secara bebas dalam bentuk video atau DVD.
Bahkan, banyak sutradara film porno AS memproduksi filmnya di Brazil. Alasannya pun simpel, selain wanita latin yang terkenal eksotis, latar belakang alam tropis yang indah, serta biaya produksi yang sangat murah. Fenomena ini kerap kali membuat Brazil menjadi tujuan utama dalam pembuatan film porno.
Bintang Porno
Film memang tak jauh dengan para bintangnya. Tercatat beberapa nama bintang yang kian mendunia di industri ini. Bahkan, beberapa wanita keturunan Asia pun namanya kian melambung. Ironis memang, budaya timur yang katanya memegang teguh moralitas justru melahirkan bintang-bintang porno sensasional. Kendati demikian, banyak juga bintang bule ataupun negro yang tak kalah terkenalnya.
Rata-rata bintang porno mulai memasuki industri itu di usia yang sangat muda. Faktor utamanya pun klise, dari kebutuhan kebutuhan ekonomi hingga kehidupan rumah tangga yang kurang harmonis. Bahkan sebagian berasal dari kalangan yang gagal menjadi bintang film yang sebenarnya. Biasanya, mereka juga tidak bisa meninggalkan wilayah itu. Walaupun mereka memutuskan untuk pensiun, tapi mereka kerap kali berada dalam hierarki itu. Misalnya dengan menjadi agen bintang porno, mendirikan rumah produksi porno atau hal-hal lain yang masih berbau mesum. Jarang diantara mereka yang justru eksis di dunia film sungguhan.
Tapi jangan salah! Tidak semua bintang porno berasal dari lingkungan yang gelap. Nama Asia Carera tentu tidak asing lagi di telinga pecinta film porno. Setiap filmnya selalu menjadi incaran para penggemar film porno. Ternyata, gadis seksi nan sensual ini berasal dari keluarga yang bahagia. Bahkan, prestasinya di bidang akademik pun cukup mengagumkan. Menurutnya, menjadi bintang porno adalah merupakan sebuah pilihan. “Saya sangat menyukai pekerjaan saya,” kata Asia seperti dikutip dari situs pribadinya. Bintang yang menikah dengan salah seorang produser di studio Vivid ini menyatakan bahwa film porno adalah industri yang memberi banyak pengayaan diri pada setiap penontonnya.
Sementara itu, nama Annabelle Chong yang juga keturunan Asia kerap kali disebut-sebut sebagai bintang porno dengan segudang aksi kontroversial. Chong pernah melakukan aksi make love dengan 256 lelaki non-stop dalam kurun waktu 10 jam. Menurut Chong, film porno adalah pekerjaan yang paling menyenangkan di dunia. “Siapapun pernah melakukan seks, bahkan selalu berganti pasangan. Tapi buat saya seks dan gratis saja kurang, saya juga perlu dibayar dan semua orangpun akan senang,” kata Chong. Akhirnya, Chong yang keturunan Singapura ini menjelma menjadi bintang porno yang cukup kontroversial.
Ternyata, dari negeri ini lahir pula nama Jade Marcella yang cukup dikenal di industri film porno internasional. Jade yang kelahiran Jawa Tengah menjalani karirnya lumayan mulus. Dalam situs fans-nya, Jade mengaku lahir di Tegal dan meninggalkan tanah air pada usia 18 tahun. Debutnya dimulai dua tahun kemudian di sebuah film berjudul Honolulu Bikini. Filmnya yang paling dikenal adalah Sextracurricular dan Color Blind, kabarnya gadis berkulit sawo matang ini kini sudah mulai menapaki jalur studio besar seperti Vivid. “Keinginan saya adalah menyamai popularitas Asia Carerra,” kata Jade. Namun ia secara tegas tidak ingin disamakan dengan icon Asia di industri pornografi itu “Asia punya cirinya sendiri, oriental. Saya datang dari negara dengan ras berkulit sawo matang dan saya sangat bangga karenanya,” tambahnya.
Film Porno di Indonesia
Nama beberapa wanita keturunan Asia ini kian mendunia. Mereka dikenal sebagai bintang terhebat di masanya dan setiap film yang dibintangi selalu menjadi hot issue. Bisa jadi inilah inspirasi yang menyebabkan secara perlahan di Indonesia pun pembuatan film porno telah dimulai.
Namun, jika di Amerika film porno dibuat layaknya proses pembuatan film lainnya, lengkap dengan segala kesiapan pra produksi dan paska produksi. Di Indonesia, film porno dibuat dengan teknologi yang minim. Bahkan tak jarang film-film ini dibuat hanya dengan bermodal handycam dan beberapa kaset video hi-8. Tapi jangan pertanyakan soal keuntungan yang didapat para pedagang VCD. Sekali film buatan Indonesia muncul, jangan harap film bule bisa laku.
Bahkan, masyarakat siap membeli film-film tersebut dengan harga sepuluh kali lipat dari biasanya. Kualitas masing-masing film porno lokal bersifat sangat relatif. Bahkan, beberapa judul film lokal jauh dibawah standar film. Pencahayaannya sangat buruk, dan angle kameranya monoton. Secara kualitas, produksi lokal jelas sangat jauh dibanding dengan produksi asing yang memang sudah ditata sedemikian rupa layaknya sebuah film professional. Namun, kualitas yang minim bahkan tidak jarang dibawah standar ini justru tetap memiliki daya tarik yang sangat luar biasa. Contoh paling fenomenal tentu saja “meledaknya” penjualan film dokumenter Bandung Lautan Asmara. Kini, film terbaru dengan judul Gadis Dago juga mewarnai lapak-lapak pedagang VCD.
Bicara kualitas film porno lokal memang sangat minim. Tapi jangan salah! Peredaran film porno lokal begitu mengguncang pasar. Penjualan film ini jauh melambung dibandingkan film-film terkenal lainnya. Dengan bintang ala kadarnya, yang penting berbahasa Indonesia, film lokal dengan spektakuler menembus pasar perdagangan VCD yang konon merambah hingga ke luar negeri. Jangan-jangan anda pun salah seorang kolektornya. Silahkan jawab sendiri!

No comments: